Dalam pandangan syariat Islam, non muslim itu bisa diklasifikasikan
menjadi dua macam, yaitu Kafir Harbi (ahlul harb) dan Kafir Zimmi (ahlu
zimmah).
1. Kafir Harbi Adalah orang-orang kafir yang sedang terlibat pertempuran berdarah dengan muslimin.
Darah
mereka halal untuk ditumpahkan sebagaimana mereka pun punya hak untuk
membunuh muslimin. Hubungan antara ahlul harb dengan muslimin memang
hubungan bunuh membunuh di dalam wilayah konflik.
2. Kafir Zimmy atau Ahlu Zimmah. Kata "Zimmi" berasal dari kata "Zimmah", yang bermakna aman atau janji.
Ahlu
zimmah berarti orang kafir yang mendapatkan keamanan dari pihak muslim.
Juga dipahami sebagai orang yang telah mendapatkan janji dari umat
Islam atas keamanan dirinya.
Dengan demikian, haram hukumnya bagi
muslimin untuk mengganggu kafir zimmi, menyakiti, menzalimi atau
mengurangi hak-haknya. Apalagi sampai membunuh mereka. Tentu sebuah
perbuatan yang telah diharamkan secara mutlak dalam syariat Islam.
Dekat
sekali dengan pengertian ahlu zimmah adalah ahlul-aman. Mereka adalah
orang kafir yang mendapatkan perlindungan sementara dari umat Islam.
Misalnya, mereka berasal dari kalangan kafir harbi, namun meminta izin
untuk sementara waktu datang kepada umat Islam.
Bedanya dengan ahlu zimmah adalah keamaan yang dijaminkan kepada mereka bersifat sementara dan dalam waktu tertentu saja.
Di
antara contohnya adalah juru runding dari pihak kafir harbi yang datang
ke wilayah muslimin, di mana mereka akan mendapatkan jaminan keamanan
atas diri dan hartanya, selama menjadi tamu di kalangan muslimin.
Hak-hak Ahli ZimmahDi antara hak-hak yang harus didapat oleh ahli zimmah dari umat Islam adalah hal-hal berikut ini:
1. Hak untuk mendapatkan izin tinggal dan menjadi penduduk secara resmi di dalam wilayah hukum Islam.Di
masa lalu seorang ahlu zimmah berhak untuk tetap bertahan di atas tanah
yang menjadi miliknya yang sah. Tidak ada seorang pun yang berhak untuk
mengusirnya dari tanahnya itu.
Bahkan setingkat gubernur Mesir
pun tidak punya hak. Padahal saat itu Gubernur Amr bin Al-Ash sedang
melakukan proyek renovasi masjid, lantaran daya tampungnya yang semakin
dibutuhkan. Kebetulan, proyek perluasan masjid itu harus mengenai lahan
millik seorang ahli zimmah, maka gubernur menyediakan uang pengganti
atas tanahnya. Namun di ahli zimmah bertahan dan tidak mau pindah.
Akhirnya, dengan kekuasaan sebagai pemerintah, rumahnya digusur dan uangnya diberikan.
Ahli
zimmah ini kemudian melapor kepada Khalifah Umar ra, atasan langsung
gubernur Amar bin Al-Ash. Segera saja Umar ra. memarahi bawahannya dan
memerintahkannya untuk mengembalikan rumah dan tanah miliknya. Sebab
hak-hak para ahli zimmah memang dijamin oleh umat Islam.
2. Jaminan keamananan atas nyawa mereka dan keluarga, baik dari ancaman orang Islam atau dari ancaman sesama orang kafir.Rasulullah
SAW bersabda, "Siapa yang menzalimi seorang mu'ahid (ahlu zimmah), atau
mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau
mengambil darinya sesuatu di luar haknya, maka aku menjadi lawannya di
hari kiamat." (HR Abu Daud)
3. Jaminan keamanan atas harta benda yang dimilikinya.Pernah
suatu ketika panglima Abu Ubaidah Ibnul Jarrah mengembalikan uang pajak
kepada para ahli zimmah. Hal itu dilakukan lantaran negara merasa tidak
mampu melindungi mereka dari serbuan tentara kafir dari negeri lain.
Pengembalian pajak kepada rakyat ahli zimmah ini adalah sebuah catatan
sejarah yang pertama kali. Sedemikian besar tanggung jawab pemerintah
Islam dalam menjamin harta benda ahli zimmah, sehingga ketika negara
tidak mampu memberikan kewajibannya, uang mereka pun dikembalikan.
4. Jaminan untuk melaksanakan agamanya di dalam wilayah negeri muslim.Konsekuensi
yang harus dijalankan muslimin dengan ahlu zimmah adalah memberikan
kepada mereka jaminan untuk bebas melakukan kegiatan agamanya, sesuai
dengan keyakinannya.
Dilarang buat muslimin untuk memaksa,
menyudutkan atau memerintahkan mereka masuk Islam, kecuali bila atas
kesadaran mereka sendiri. Sebab Allah SWT telah mengharamkan pemaksaan
untuk masuk agama Islam buat ahli zimmah.
2 Al-Baqarah 256"
Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab sudah jelas jalan yang
benar dari jalan yang salah. Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut
hanya percaya kepada Allah, berarti ia berpegang kepada tali yang
berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui". Menarik untuk diperhatikan tentang kenyataan
sejarah, yaitu tatkala pasukan muslimin mengalahkan negeri kafir dan
masuk ke dalamnya, nyaris semua gereja, biara dan tempat ibadah milik
penduduknya dibiarkan kokoh berdiri. Tidak ada satu pun yang dirusak
apalagi dirobohkan. Bahkan hingga hari ini, di Mesir, Syiria dan negeri
muslim lainnya, rumah-rumah ibadah itu masih tetap ada.
Bahkan
bila ajaran agama mereka membolehkan minum khamar, tidak hak bagi
muslimin untuk melarang mereka melakukannya. Atau makan daging babi,
atau makan dan minum di siang hari bulan Ramadhan. Asalkan dengan syarat
tidak dilakukan terang-terangan di hadapan umat Islam.
Berikut adalah sebuah petikan perjanjian yang ditulis para ahli zimmah terhadap pemerintah muslim, "Kami
(ahli zimmah) tidak membunyikan lonceng kecuali dengan perlahan di
dalam gereja, tidak menonjol-nonjolkan salib, tidak meninggikan suara
kita saat sembahyang di dalam gereja, tidak memajang salib dan Al-Kitab
di tengah komunitas muslim."5. Jaminan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.Islam
tidak mengharamkan umatnya bermuamalat dengan orang non muslim. Bahkan
Rasulullah SAW masih saja menggadaikan pakaian perangnya kepada seorang
Yahudi serta berjual beli dengan mereka. Demikian juga dengan para
shahabat, mereka aktif di pasar bersama-sama dengan non muslim dalam
mencari rezeki.
6. Jaminan atas keamanan kehormatan dan harga diri mereka, baik yang terkait dengan nama baik, nasab, susila dan lainnya.7. Jaminan dari berbagai macam ganggungan lainnya, baik yang berasal dari umat Islam atau pun dari orang kafir lainnya.
Sumber :
http://www.eramuslim.com/ks/us/5b/21942,1,v.html.■ (http://refrensi-ilmu.blogspot.com/2010/05/kafir-harbi-dan-kafir-zimmi.html)